Komposer Bersatu nilai LMK Melanggar Undang-Undang Hak Cipta
Para musisi yang tergabung dalam Komposer Bersatu menilai Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) telah melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Gitaris Padi Piyu selaku perwakilan aliansi tersebut menyatakan banyak pencipta lagu yang tidak mendapat kejelasan pemberian royalti atas karyanya dari LMK hingga kini.
“Beberapa pencipta lagu yang memiliki kasus relevan mencoba melakukan pembuktian. Mereka telah mendatangi LMK dan LMKN tentang pembayaran royalti tentang beberapa konser yang membawakan lagu mereka” kata Piyu di kantor Kemenkumham, Selasa (18/4).
“Sampai hari ini para pencipta lagu tersebut tidak mendapat jawaban pasti dari lagu yang ditanyakan.”
“Sehingga dapat disimpulkan LMKN dan pihak penyelenggara tidak melaksanakan kewajiban mereka seperti yang diperintahkan undang-undang. Sudah jelas terjadi pelanggaran undang-undang.”
Padahal, kata Piyu, UU Hak Cipta mengatur seorang pencipta lagu berhak mendapatkan royalti lewat LMK yang mereka ikuti. Hal tersebut mengacu pada Pasal 23 ayat (5) dan Pasal 87 ayat (4) UU itu.
Oleh sebab itu, mereka memutuskan untuk audiensi di kantor Kementerian Hukum dan HAM, Selasa (18/4) untuk membahas permasalahan royalti.
Piyu juga mengatakan Komposer Bersatu menuntut transparansi LMK terkait royalti. Komposer Bersatu menyarankan LMK membuat petunjuk teknis (juknis) agar pembagian royalti lebih efisien.
Pasalnya, pengguna lagu harus membayarkan royalti lewat LMK yang diikuti pencipta lagu. Setelah itu, LMK juga melakukan pemotongan terlebih dahulu, sebelum memberikannya kepada pencipta lagu.
Piyu menyebut selama ini para pencipta lagu juga mendapat royalti kecil. Sehingga, Komposer Bersatu meminta pemotongan hasil royalti oleh LMK dilakukan secara wajar, sebagaimana tertuang dalam Pasal 87 UU Hak Cipta.
Berikut bunyi Pasal 87 ayat (1);
“Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.”
Mengacu pada pasal tersebut, Komposer Bersatu ingin LMK mempertimbangkan kembali pemotongan royalti selama ini.
“Sudah menjadi pendapat umum antara komposer dan LMK bahwa pendapatan royalti dari penggunaan konser tidaklah besar. Yang diterima komposer hanya puluhan ribu hingga ratusan ribu saja,” ujarnya.
“Bahkan komposer yang terkenal dengan ratusan lagu saja nilainya seperti itu. Apakah besaran itu wajar?” imbuhnya.\